Penyebab Kegagalan Pengobatan TBC
Penyebab yang mempengaruhi kegagalan pengobatan TB selama ini adalah
- Ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan,
- Konsumsi OAT yang tidak teratur,
- Dosis OAT yang tidak adekuat,
- Dan kuman yang resisten terhadap OAT yang diberikan.
3 alasan mengapa banyak pasien gagal patuh
Meskipun ada metode Observasi Terapi Langsung (Directly Observed Therapy/DOT) pada terapi Tuberkulosis, masih banyak kejadian ketidak patuhan atau tidak mau mengonsumsi obat pada pasien TB yang menyebabkan pasien tidak sembuh total atau kondisi semakin memburuk, yang mengarahkan pada kejadian resistensi banyak obat TB (multi-drug resistant/MDR).
Dua dokter pemerintah menjelaskan mengapa banyak pasien TB gagal patuh pada terapinya.
Menurut Dr. Rosalind Vianzon, dari Departemen Kesehatan divisi Penyakit Infeksius, jika penderitanya memahami manfaat terapi, angka kejadian MDR dan kerentanan terinfeksi TB pasti akan lebih kecil.
"Pencegahannya sangat sederhana," katanya ke MIMS dengan sedikit rasa frustasi. "Ketika terapi diresepkan untuk dikonsumsi selama 6 bulan, terapi akan selesai dalam waktu 6 bulan. Jika 8 bulan, maka akan selesai dalam waktu 8 bulan."
Masalahnya adalah banyak penderitanya mulai merasa sudah sembuh setelah 2 bulan mengonsumsi obat, maka banyak dari mereka akan berhenti mengonsumsinya.
Dr. Vianzon mengatakan bahwa dengan berkurang 1 orang penderita tuberkulosis, maka 10 orang akan terhindar dari infeksi bakteri tuberkulosis. Ketika ada satu yang sembuh, mengartikan bahwa satu orang ini bisa menyelamatkan nyawa orang lain dan mengurangi pengeluaran biaya.
Stigma
Karena TB merupakan penyakit infeksius, orang-orang sering kali cenderung menjauhi penderitanya. Di tempat kerja, penderitanya lebih memilih untuk tidak masuk. Orang-orang kurang paham bahwa ketika berhasil terdeteksi, khususnya di tahap awal, TB bisa disembuhkan.
Bahkan meskipun sudah menderita batuk parah, banyak penderitanya yang menolak memeriksakan diri ke dokter spesialis dan mengecek ada-tidaknya infeksi TB. Penolakan pemeriksaan ini yang memperburuk kondisi seseorang dan bisa memperpanjang masa terapi.
Di daerah padat, jika tidak segera terdiagnosis, penderita bisa menyebarkan penyakitnya ke masyarakat lain.
Tenaga kesehatan tidak bisa melakukan pemeriksaan visual. Maka dari itu, risiko transmisinya akan semakin tinggi, kecuali infeksinya berhasil dideteksi dan diterapi.
Banyak penderitanya merasa takut dengan stigma penyakit TB dan cenderung menyangkal penyakitnya daripada dites dan ditemukan positif. Kondisi seperti terpenjara membuat pasien sulit memahami penyakit ini, khususnya pemahaman yang membuat penderitanya bisa sembuh dan menginvestasikan uangnya untuk hidup lebih sehat.
Perawat penjara menjelaskan ke MIMS bahwa hampir tidak mungkin mengadakan kuliah atau seminar kepada para tahanan karena kondisi mental mereka yang tidak mendukung.
Efek samping
Pada pasien yang mau dites dan diterapi, tantangan ketiganya adalah: efek samping pengobatan biasa membuat pasien tidak ingin menyelesaikan siklus terapi.
Efek samping isoniazid, rifampin dan pyrazinamide, obat TB paling banyak digunakan, sudah tidak bisa disangkal lagi.
Selain efek sampingnya, ukuran pil yang besar membuat penggunanya kesulitan saat menelan. Tetapi efek samping yang membuat pasien lemah dan sakitlah yang membuat mereka tidak bisa melakukan aktivitas harian. Efek samping ini berupa mual, pusing, dan merasa lemah.
Dokter penjara Henry Fabros mengatakan bahwa para tahanan tidak menyukai sensasi merasa sakit selama pengobatan. Sehingga pasien cenderung menolak menggunakan terapi mereka.
Di luar dinding penjara, pasien TB seringkali harus bekerja demi mencari nafkah, yang menyebabkan pasien menghentikan pengobatan mereka.
Dr. Fabros mengatakan, "Anda tidak bisa menyalahkan mereka, karena kebutuhan keluarga mereka adalah prioritas mereka."
Sayangnya, pasien TB di komunitas gagal memahami bahwa ketidak patuhan malah bisa mengarahkan ke pengeluaran yang lebih banyak.
Sikap pasien
Dr. Fabros menggarisbawahi salah satu alasan pasien gagal patuh adalah sikap pasien.
"Mereka menolak percaya bahwa mereka akan menjadi lebih baik. Mereka membatasi terapi mereka meskipun mereka telah tersisih dari lingkungan," katanya.
Ia mengatakan ke MIMS bahwa setiap pasien memiliki sifat berbeda dan sifat ini bisa memengaruhi terapi pasien.
Di dalam penjara, hierarki para tahanan bisa memengaruhi terapi TB. Mereka patuh pada para petinggi di tahanan, jika para petinggi ini menolak pengobatan, pasien lain juga akan ikut menolak dan berisiko menularkan penyakit ke tahanan lain.
Orang-orang perlu menyadari pentingnya mengikuti semua regimen terapi, sehingga pasien bisa sembuh dan tidak lagi menularkan penyakit, ungkap Dr. Vianzon.
Namun, meskipun sudah ada banyak pengingat untuk menghindari transmisi penyakit, banyak orang tidak menanggapinya dengan serius. MIMS
sumber : https://today.mims.com/terapi-tb--3-alasan-mengapa-banyak-pasien-gagal-patuh